Testimoni di Kandang Sapi

PUISI, SABDATA.ID – Langit dan kelam berdamai di kerinduan
Malam memeluk bulan dengan mesra
Bintang-bintang
berkedip seperti mata bidadari

Di lipatan hening
para malaikat menghias seluruh jagat
Melukis hati manusia dengan cinta

Di senyap kandang belakang
Diam-diam seekor sapi menitikkan air mata;
     
"Kamu menangis ?"
Menyapa
sebatang pohon kelapa

"Tidak. Untuk siapa
aku menangis ?" Jawab sapi

"Tapi, itu air mata ?" Tanya pohon kelapa

"Bukan. Ini mata air"
Dan sapi itu segera menyembunyikan
bulir-bulir air matanya

"Mata air ? " Geledah pohon kelapa

"Ya, mata air. Kamu tahu, kan ?
Malam ini aku sedang merampungkan perjalanan umurku
Besok
ketika matahari merekah
seluruh makhluk akan
sibuk mendoakan dirinya sendiri

Dengan nikmat
manusia menyantap dagingku
menghisap
sumsum tulangtulangku
setelah puas memandangi semburan darahku dan membiarkan nyawa ini meregang
lepas dari tubuh
yang entah
kelak akan ke mana

Mata air yang engkau anggap airmata ini aku tampung jadi bekal
Penebus dahaga menuju tempat yang entah itu," kata sapi

"Kamu takut ?" Telisik pohon kelapa

"Tidak. Naluriku bertanya, akan kemana kelak nyawa ini," jawabnya lagi
        
"Jangan ragu. Nyawa,
daging dan darahmu akan pasti sampai ke surga," hibur pohon kelapa

"Surga hanya bagi orang-orang berakal," kelit sapi

"Bukan !
Surga bagi manusia yang menggunakan akalnya
Dan engkau adalah serpihan akal itu," sergah pohon kelapa:

"Maka teruslah
berzikir; bertakbir,
bertahlil, dan
bertahmid, agar
engkau memetik
cinta langit," simpul seluruh pohon yang ikut mendengar pembicaraan itu

"Nasihatmu penuh santan," puji sapi seraya melenguh panjang

Pohon kelapa tersenyum gurih
     
Malam semakin menepi

Alam bergetar
Sapi pun gemetar
Daging dan darahnya mendidih
Usus dan jeroan melepuh
Tulang-tulangnya gemeretak

Meski segumpal hatinya terus berzikir
menunggu terbit matahari

Sementara
di batok kepalanya setumpuk otak menggugat

Di sini 
lahir testimoni
dari rahim yang nyeri
dari kandang yang perih;

"Andai kalian tahu, bukanlah kematian  membuatku takut
Jarak itu
Jarak membentang sunyi
Dari hening malam ke tepi pagi:
Meniti dera
Menanti saat-saat
      Leherku harus
                 pasrah

Angin bersiut
Dingin dan lembut

Sapi menggigil
seraya menyembunyikan kembali air matanya
   yang seakan-akan
        itu
          mata air.

-Blk, 1993-

(dari kumpulan puisi "testimoni di kandang sapi", 2021)




Penulis: Mahrus Andis

Posting Komentar

0 Komentar